Farel






Malam ini mataku terbuka kembali setelah terpejam beberapa saat. Ketukan pintu menggiringku untuk segera menarik gagangnya. Lalu kudapati seseorang mematung dua detik sebelum kemudian memelukku erat.

“Kami bertengkar lagi” bisiknya di telingaku.Aku bukannya tak mendengar, namun sebelum kalimat selanjutnya meluncur aku berusaha mencegahnya dengan meraih bibirnya yang basah dengan bibirku.


Aku membiarkannya beberapa saat hingga dia menguasai tubuhku.

Dan memelukku lagi kemudian. Kutarik lengannya. Menghindarkan tubuh itu dari udara dingin malam dan mulai mendudukkantubuh jakungnya di sofa. Menatap matanya yang sedikit berkaca kaca dan menggenggam tangannya yang teramat dingin. Kesedihannya menjalar, membuatku berkeinginan untuk selalu memeluknya.


Aku menahan kalimat ‘Ada apa?’ yang nyaris keluar. Dalam dekapannya seperti ini, aku dapat merasakan keresahan yang bertumpuk tumpuk, menjajal kesabarannya, hampir merobohkan segala hal yang dia bangun dalam pikiran. Sudah berulang kali ia katakan ‘Aku tidak bisa terus lama lama’  dalam keadaan seperti ini pula, kedinginan dan merasa sendiri.


Kutawarkan secangkir teh, namun ia menggeleng. Dia hanya inginkan aku.

Kuusap dahinya yang hangat. Dalam matanya yang semakin pekat, dia menatapku lekat.


Seolah memintaku untuk memikirkan banyak hal yang ia utarakan semalam sebelum dia kemari. Tentang pengulangan ‘Aku ingin bersamamu seperti dulu, banyak hal yang ingin kuperbaiki, aku bisa mati jika lama lama begini’ dan sebagainya yang kemduian mengerucut pada ‘Aku ingin berpisah dengan Irene’.


Dalam dekapnya, kesedihan tidak dapat ditutupi lagi. Aku menopangmu, kubisikkan kalimat itu. Sekedar sebagai dopping untuk menguatkan perasaannya yang retak.


Kuciumi bibirnya yang hangat.


Ketika kepalanya merebah pada pangkuanku, kuelus rambut cepaknya yang wangi. Bagai mengurus bayiku sendiri, aku merelakan rasa pegal asalkan pria ini merasa nyaman.


Dia terus menggenggam jemariku, tak mau jauh jauh.


Kukecup wajahnya dari ujung dagu hingga ujung dahi, rasa air hujan masih dapat kuindera. Aku tak peduli asin air matanya yang masuk pada mulutku, aku mencintainya.


Ketika dia mulai memejamkan mata, bibirnya bergerak pelan. Dia katakan bahwa dia sayang padaku.


Aku tersenyum.


Kukatakan bahwa aku juga menyayanginya.


“Farel, tolong kecup aku sekali lagi” pintanya lembut.


Aku membungkuk, mendaratkan bibirku pada hidungnya.


Di luar sana, ayam jantan berkokok mesra. Menemaniku yang sibuk mendamaikan hati seseorang dalam pangkuan.

-


Malang
03.11
Jumat 22 Sept 2017


Komentar

Postingan Populer