FRIENDS





Aku menemukannya tanpa sengaja. Dalam sebuah diskusi ringan yang membawa kami berlama lama menatap mata satu sama lain. Pengetahuan umum dan filsafatnya mampu membuat mulutku terbungkam sekian kali, dia membawaku dalam suasana tegang, lembut, sedikit marah, bahkan sesekali menertawai diri sendiri.


Detik itu kami memutuskan untuk berteman. Saling bertukar nomor kemudian dua hari selanjutnya dia mengabariku dengan tiba tiba:

            “Ayo ketemu, ada yang perlu aku debatkan sama kamu”.

Pertemuan kedua kami berlangsung cukup seru. Dia sudah cukup tanggap, memesankan secangkir latte hangat yang bisa langsung kupertemukan dengan bibirku. Lelaki itu datang dengan sejumlah buku buku tebal yang bahkan melihat judulnya saja aku sudah mulai merasa bosan.

            “Kamu mau ajak saya mumet sama ‘The Selfish Gene’?” tanyaku gemas.

Dia tertawa.

            “Justru saya mau mengajak kamu bersenang senang”.

Dibalut suasana Kota Malang yang dingin memikat, aku menikmati bagaimana lembutnya lelaki ini bertutur mengenai buku dalam genggamannya. Dia bercerita dari bagian pendahuluan hingga penutup. Sementara aku tak bisa lepas dari matanya yang indah, ponsel sengaja aku matikan hingga kata terakhir dari mulutnya selesai.

            “Jadi, buku apa yang terakhir kamu baca?” tanyanya mengejutkanku. Malu malu aku mengeluarkan sebuah karya penulis dalam negeri. Sangat jauh kastanya dibandingkan buku yang baru saja dia selesaikan.

            “Maaf ya seleraku receh”

Dia tertawa, membetulkan letak kacamatanya kemudian tersenyum.

            “Aku juga ngefans kok sama penulis buku ini” katanya. Aku yakin dia hanya ingin menghormati seleraku yang begitu jauh di bawahnya.

Sore selalu menyenangkan jika dihabiskan dengan manusia ini. Aku bahkan masih tidak percaya jika ada juga laki laki yang memiliki kata sebanyak itu. Kami seperti dipertemukan kembali setelah bertahun tahun berpisah, padahal dia adalah orang baru dalam semestaku.

            “Besok bisa ketemu?”

Aku mengangguk setuju. Tak perlulah aku berekspekatsi macam macam, dia sudah sedemikian hebatnya membuatku penasaran.

-

Dia mencoba meraih jemariku, tapi kutolak. Kota Batu memang selalu memaksa untuk saling mengenggam jemari pasangan. Namun aku tersadar jika kami berdua, dua orang manusia yang terjebak dalam kabut pagi Kota Batu hanyalah sepasang manusia yang sedang menikmati asyiknya pertemanan.

Aku tak ingin embel embel apapun. Begitu pula lelaki ini. Terkadang mungkin dia keceplosan, sekali kali bilang kalau jomblo itu tidak enak. Tetapi kita sudah dilahirkan sendiri. Menghadapi dunia dengan kesiapan masing masing. Aku selalu bilang bahwa jodoh sudah ada yang menakar, tidak mungkin tertukar.

Dan juga, tidak perlu dijebak dalam sebuah balutan persahabatan.

Ini adalah pertemuan ketiga kami. Aku sudah berjanji untuk menemaninya. Menerobos dinginnya ladang ladang bawang dan kentang. Observasi biodiversitas katanya, aku tidak menolak. Aku juga suka biologi, meski tidak mengambil jurusan itu.

            “Kenapa kamu nggak ambil biologi aja waktu itu?”

Menyusuri hamparan ladang yang berguludan memang sedikit tidak mudah. Berulang kali aku hampir terjatuh, berulang kali pula aku harus menolak uluran tangannya.

            “Nggak mau, nanti ketemu kamu”

Dia tertawa.

            “Nggak ambil pun kita tetap bertemu kok, di hadapan takdir kamu bisa apa hahaha”

Meski begitu aku tak bisa menolak jika harus bilang dia begitu keren jika sudah memegang mirrorless seperti itu. Jaket tebal, sepatu kets, jeans biru masa kini, kacamata, rambut hitamnya yang terkadang jatuh ke dahi adalah sekian keindahan yang tak bisa kucegah. Aku tak ingin menambah bebanku dengan merasakan molekul tubuhnya dari dekat. Aku takut tidak kuat.

            “Besok besok kita ketemu ya?”

Aku mengangguk, berusaha untuk menahan segala hal yang mungkin bisa membuatku menyukainya. 

-

            “Aku nggak tahu kapan tiba tiba aku bisa suka dengan lukisan” katanya.

Kami berjalan menyusuri koridor pameran. Kali ini dia benar benar berusaha untuk meraih jemariku, dan aku kembali menolak.

            “Kayaknya setelah ketemu kamu segala hal yang aku temui berubah menjadi menarik” sambungnya lagi.

Aku tertawa.

            “Kamu mau jadi bucinku emang?” tanyaku menggoda. Dia melirikku dari balik kacamatanya, tersenyum kemudian meletakkan tangannya di atas ransel yang kugendong.

            “Hey, sama sama muggle dilarang saling memperbudak”

Kami tertawa.

Penyusuran kami berakhir di sebuah kedai kecil yang ramai. Dua orang pegawai memakai celemek sibuk melayani pesanan. Tidak salah rupanya aku mengunjungi pameran ini, pada akhirnya aku bisa makan es krim.

            “Strawberry satu, coklat satu” kata lelaki di sampingku. Dia membayar pesanan kemudian kami berdua duduk di salah satu bangku kosong yang baru saja ditinggalkan penghuni sebelumnya.

            “Kapan kapan dateng ke konser yuk?” ajaknya sembari sibuk memegangi kacamata. Aku mengangguk, bahkan aku tidak begitu paham konser apa yang ia maksudkan.

            “Lebih suka fourtwenty, tiga pagi, Dipa Barus, atau Coldiac?” 

Aku berpikir sebentar, mencoba mengingat nama band indie lokal yang aku pernah tergila gila padanya.

            “Aku pilih Atlesta” kataku.

            Sounds good” balasnya.

Es krim di tanganku tinggal separuh. Aku sibuk mengamati orang orang yang berlalu lalang di depan kami. Festival ini merupakan acara tahunan yang rutin digelar. Selama tiga tahun di Malang baru sekali ini aku mencoba untuk datang.

            “Bener ya nanti ke konser Atlesta, aku udah nabung. Tapi budget maksimal dua ratus ribu aja, buat berdua”

Aku mengangguk, padahal kalau pun diajak ke konser gratisan aku juga tidak akan menolak.

            “Tapi aku traktir bubble tea gapapa?” tanyanya.

            “Nggak papa, aku suka kok”

            “Iya, aku juga suka kamu”

Tidak dapat kupastikan apakah saat itu pipiku memerah atau tidak. Aku hanya menutupinya dengan menyembunyikan senyum dan mengalihkan pandangan.

            “Kalau nanti kita berdua jadi ke konser Atlesta, aku mau nyanyi ‘Oh you’ tepat di kuping kamu”

Kayaknya dia sudah hilang kendali hahaha.

            “Tapi aku maunya nyanyi ‘Joy of My Broken Heart’ keras keras” kataku sambil nyengir.

            “Ah kamu mah, nanti pas ‘Recalling’ aku pegang tangan kamu terus kita got a sweet dance berdua” balasnya dengan tertawa.

            “Ngimpi kamu! Hahahhaha”

            “Ya kamu ga sadar kan, soalnya kamu lagi mabuk bubble tea

Menatap matanya yang teduh, aku hanya bisa berdoa semoga aku tidak akan pernah jatuh cinta.

Di hari hari selanjutnya, aku ingin hanya lelaki ini yang menemaniku kemana mana. Makan berdua, nonton, membeli buku, berdebat, mengunjungi berbagai karya seni, menjajal banyak hal baru, mendaki, menuruni bukit hingga ke pantai. Aku ingin bersahabat selamanya.

Tanpa keinginan untuk saling terjebak pada perasaan yang bukan bukan.

-
Malang
08.38 13 Dec 2018
Mumet (jv)      : pusing
Bucin               : budak cinta
Muggle            : sebutan bagi orang yang tidak memiliki kemampuan sihir dalam film Harry Potter






Komentar

Postingan Populer