Bapak

 
 
Mari kuperkenalkan pada Bapakku.
 
 
Aku merasa sangat beruntung menjadi seorang putri dari Bapak yang tabah. Bapak yang tak kering keringatnya untuk menghidupi kami, anak anaknya.
 
 
Jika subuh tiba dan semburat jingga mulai menyingkap, jangan harap kau akan mendapati Bapakku masih di balik bilik.
 
 
Kaki beliau telah lama meninggalkan rumah, membawa apa saja senjatanya, menuju tempat beliau menemui anak anaknya yang lain.
 
 
Lalu beliau akan pulang ketika aku akan berangkat sekolah.
 
 
Aku tak peduli sekotor dan segatal apa tangan kanannya, kuminta juga jemarinya untuk terulur, menempel pada jidatku sembari mengatakan “Bapak saya berangkat”
 
 
Bapak, terkadang menatapku malu malu sambil berkata lirih “Ya Nduk ngati ati, sing pinter sekolahe”
 
 
Tetapi aku percaya ada banyak doa yang tak beliau lahirkan di hadapanku.
 
 
Bapak adalah manusia sederhana yang tak mau apa apa.
 
 
Selain melihatku, kami, anak anaknya mendapati apa yang mereka butuhkan.
 
 
Bapak, adalah peluk yang selalu aku rindukan.
 
 
Ada satu bakat Bapak yang tak diturunkan padaku.
 
 
Beliau suka menggambar. Namun setiap aku meminta untuk digambarkan sesuatu, Bapak memilih 
untuk menggambarkan sesosok raksasa buruk rupa.
 
 
“Nduk iki jenenge Buto. Watake elek. Angkara murka. Kowe kudu dadi wong apik yo Nduk, aja kaya Buto” kata Bapak, lalu selanjutnya aku akan mendengarkan banyak cerita tentang wayang. Tentang Arjuna yang tampan. Tentang Werkudara yang gagah berani. Tentang segala bentuk pergolakan Bharatayuda dan Ramayana. Juga tentang bagaimana nilai filosofisnya harus kusisipkan dalam hidup.
 
 
Bagiku, Bapak adalah cahaya.
 
 
Cahaya dalam setiap langkah, karena aku hidup dari keringat serta darahnya.
-
Wednesday 20 June 2017
22.13
Angkringan Pojok- Malang
Sekeping rindu buat Bapakku

Komentar

Postingan Populer