Percakapan Dua Partikel






Kami bertabrakan. Untuk selanjutnya saling memegang agar tidak kembali jatuh. Dia tersenyum. Masih erat memegang lenganku.


'Maaf, tidak kelihatan' katanya.

Aku mengangguk mengisyaratkan 'iya nggak papa kok' .

Kami mengarahkan pandangan ke depan. Sudah banyak sekali yang datang. Riuh sekali. Masing masing saling mendesak. Berebut posisi. Lalu kutarik  lengan teman baruku tadi untuk mencari sela tempat yang mungkin masih bisa kami tempati.

'Alhamdulillah ya dapet tempat agak nyaman' bisiknya saat kami sudah menemukan space lumayan bagus. Aku mengangguk. Perlahan melepaskan genggamanku pada lengannya.

Semuanya berbicara sendiri di sini.

'Hay, kamu dari mana?' tanyaku.

'Aku dari tempat yang lumayan jauh' jawabnya sembari membetulkan rambut panjangnya yang agak awut awutan.

'Di mana?' tanyaku lagi. Masih dengan menatapi wajahnya yang sungguh sangat mendamaikan.

'Dari gua yang tak berpenghuni' bisiknya pelan, entah dengan maksud apa.

'Gua?'

'Iya, gua'

'Zaman seperti ini masih ada manusia yang menghuni gua?' yang aku heran. Dia mengangguk.

'Seorang hindu taat yang menjauhi dunia, dia mengirimku agar pesannya tersampai pada Tuhan. Seseorang yang menjauhi nafsu serta keinginan keduniawian. Dia yang mengirimku ke sini' jelasnya.

Aku hanya ber 'ohhh' panjang.

'Lalu, kamu dari mana? eh wajahmu cerah sekali' pujinya. Aku menunduk malu kemudian.

'Aku berasal dari tempat yang paling ditakuti manusia pengecut. Tapi tempatku adalah daratan paling banyak dijumpai malaikat'

Dahinya berkerut, tapi dia tetap cantik.

'Di mana?' tanyanya. Sepertinya dia memang tak pernah update berita  dunia sampai sampai tak paham tempat yang kumaksud.

'Syria' kataku.

Dia termenung, kemudian matanya basah.


'Beberapa kali aku berpapasan dengan Doa yang sama denganmu, Doa yang dikirim dari Syria'


Aku mengangguk.

Memang dari tadi aku bertemu dengan banyak jenis Doa yang berasal dari tempat yang sama denganku, Syria.


'Lalu kamu terlahir dari mulut seperti apa?' tanyanya.

Aku mendesah pilu.

'Tuanku adalah seorang hafidzh muda. Umurnya baru tujuh tahun'

Aku meitikkan air mata. Mengingat ketika aku dengan susah payah keluar dari mulut lelaki kecil yang malang. Lelaki yang terbunuh oleh ledakan bom kimia.


'Dia meregang nyawa kemarin, namun aku dikirim setelah dia menyelesaikan hafalannya. Aku menyaksikan dia mati. Sementara dia tak bisa melihatku, melihat doanya yang melesat ke angkasa' dan kemudian aku benar benar basah dengan air mata.


Kami berdua terisak. Pipinya yang cantik penuh basah, sama sepertiku yang tak mampu memebendung anak sungai yang melimpah ini.


'Aku tak dapat membayangkan berapa banyak Doa yang sama denganmu' bisiknya di telingaku.

'Semoga Tuhan mendengarkan kalian' katanya.

Aku mengangguk.


Dan kami, para Doa sedang berebut untuk mendekat pada Tuhan. Agar kami dapat diterima. Kami, para Doa sedang berebut menjadi Doa yang terkabul. Kami, para Doa sedang merayu Tuhan agar menjadi nyata. Nyata untuk tuan tuan kami.


-

Komentar

Postingan Populer